Kisah 1
Pertanyaan atheis itu adalah:
1. Siapa yg menciptakan Allah?? Bukankah semua yg
ada di dunia ada karena ada penciptanya?? Bagaimana mungkin Allah ada jika
tidak ada penciptanya??
2. Bagaimana caranya manusia bisa makan dan minum
tanpa buang air?? Bukankah itu janji Allah di Syurga?? Jangan pakai dalil, tapi
pakai akal....
3. Ini pertanyaan ketiga, kalau iblis itu terbuat
dari Api, lalu bagaimana bisa Allah menyiksanya di dalam neraka?? Bukankah
neraka juga dari api??
Tidak ada satupun jamaah yg bisa menjawab, kecuali
seorang pemuda.
Pemuda itu menjawab satu per satu pertanyaan sang
atheis :
1. Apakah engkau tahu, dari angka berapakah angka 1
itu berasal?? Sebagaimana angka 2 adalah 1+1 atau 4 adalah 2+2?? Atheis itu
diam membisu..
"Jika kamu tahu bahwa 1 itu adalah bilangan
tunggal. Dia bisa mencipta angka lain, tapi dia tidak tercipta dari angka
apapun, lalu apa kesulitanmu memahami bahwa Allah itu Zat Maha Tunggal yg Maha
mencipta tapi tidak bisa diciptakan??"
2. Saya ingin bertanya kepadamu, apakah kita ketika
dalam perut ibu kita semua makan? Apakah kita juga minum? Kalau memang kita
makan dan minum, lalu bagaimana kita buang air ketika dalam perut ibu kita
dulu?? Jika anda dulu percaya bahwa kita dulu makan dan minum di perut ibu kita
dan kita tidak buang air didalamnya, lalu apa kesulitanmu mempercayai bahwa di
Syurga kita akan makan dan minum juga tanpa buang air??
3. Pemuda itu menampar sang atheis dengan keras.
Sampai sang atheis marah dan kesakitan. Sambil memegang pipinya, sang
atheis-pun marah-marah kepada pemuda itu, tapi pemuda itu menjawab :
"Tanganku ini terlapisi kulit, tanganku ini dari tanah..dan pipi anda juga
terbuat dari kulit dari tanah juga..lalu jika keduanya dari kulit dan tanah,
bagaimana anda bisa kesakitan ketika saya tampar?? Bukankah keduanya juga
tercipta dari bahan yg sama, sebagaimana Syetan dan Api neraka??
Sang athies itu ketiga kalinya terdiam...
Sahabat, pemuda tadi memberikan pelajaran kepada
kita bahwa tidak semua pertanyaan yg terkesan mencela/merendahkan agama kita
harus kita hadapi dengan kekerasan. Dia menjawab pertanyaan sang atheis dengan
cerdas dan bernas, sehingga sang atheis tidak mampu berkata-kata lagi atas
pertanyaannya..
Itulah pemuda yg Islami, pemuda yg berbudi tinggi,
berpengtahuan luas, berfikiran bebas...tapi tidak liberal... tetap terbingkai
manis dalam indahnya Aqidah...
Ada yg berkata bahwa pemuda itu adalah Imam Abu
Hanifah muda. Rahimahullahu Ta'ala...
Wallahu 'alam, barakalloh, aamiin
Kisah 2
Pada suatu hari, manusia berkumpul di masjid, orang
atheis itu naik mimbar dan mau mengadakan tukar fikiran dengan sesiapa saja,
dia hendak menyerang ulama-ulama Islam. Di antara shaf-shaf masjid ada seorang
laki-laki muda, bangkit. Dialah Abu Hanifah dan ketika sudah berada dekat depan
mimbar, dia berkata: "Inilah saya, hendak tukar fikiran dengan tuan".
Mata Abu Hanifah berusaha untuk menguasai suasana, namun dia tetap merendahkan
diri karena usia mudanya. Namun dia pun angkat berkata: "Katakan pendapat
tuan!".
Ilmuwan atheis itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:
Ilmuwan atheis itu heran akan keberanian Abu Hanifah, lalu bertanya:
Atheis : "Pada tahun berapakah Tuhanmu
dilahirkan?"
Abu Hanifah : "Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan"
Atheis : "Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?, Pada tahun berapa Dia ada?"
Abu Hanifah : "Dia berada sebelum adanya sesuatu."
Atheis : "Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!"
Abu Hanifah : "Tahukah tuan tentang perhitungan?"
Atheis : "Ya".
Abu Hanifah : "Angka berapa sebelum angka satu?"
Atheis : "Tidak ada angka (nol)."
Abu Hanifah : "Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha Esa yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?"
Atheis : "Dimanakah Tuhanmu berada sekarang? Sesuatu yang ada pasti ada tempatnya."
Abu Hanifah : "Tahukah tuan bagaimana bentuk susu? Apakah di dalam susu itu keju?"
Atheis : "Ya, sudah tentu."
Abu Hanifah : "Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bahagian mana tempatnya keju itu sekarang?"
Atheis : "Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bahagian."
Abu Hanifah : "Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala? Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!"
Atheis : "Tunjukkan kepada kami Dzat Tuhanmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?"
Abu Hanifah : "Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?"
Atheis : "Ya, pernah."
Abu Hanifah : "Sebelumnya ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?"
Atheis : "Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya."
Abu Hanifah : "Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?"
Atheis : "Ya, masih ada."
Abu Hanifah : "Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seprti gas?"
Atheis : "Entahlah, kami tidak tahu."
Abu Hanifah : "Kalau tuan tidak mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan Dzat Allah Ta'ala?"
Atheis : "Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahNYA? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?"
Abu Hanifah : "Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?"
Atheis : "Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : "Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi."
Atheis : "Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?"
Abu Hanifah : "Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya."
Atheis : "Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?"
Abu Hanifah : "Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia."
Atheis : "Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?"
Abu Hanifah : "Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang."
Abu Hanifah : "Allah berfirman: "Dia (Allah) tidak dilahirkan dan tidak pula melahirkan"
Atheis : "Masuk akalkah bila dikatakan bahwa Allah ada pertama yang tiada apa-apa sebelum-Nya?, Pada tahun berapa Dia ada?"
Abu Hanifah : "Dia berada sebelum adanya sesuatu."
Atheis : "Kami mohon diberikan contoh yang lebih jelas dari kenyataan!"
Abu Hanifah : "Tahukah tuan tentang perhitungan?"
Atheis : "Ya".
Abu Hanifah : "Angka berapa sebelum angka satu?"
Atheis : "Tidak ada angka (nol)."
Abu Hanifah : "Kalau sebelum angka satu tidak ada angka lain yang mendahuluinya, kenapa tuan heran kalau sebelum Allah Yang Maha Esa yang hakiki tidak ada yang mendahuluiNya?"
Atheis : "Dimanakah Tuhanmu berada sekarang? Sesuatu yang ada pasti ada tempatnya."
Abu Hanifah : "Tahukah tuan bagaimana bentuk susu? Apakah di dalam susu itu keju?"
Atheis : "Ya, sudah tentu."
Abu Hanifah : "Tolong perlihatkan kepadaku di mana, di bahagian mana tempatnya keju itu sekarang?"
Atheis : "Tak ada tempat yang khusus. Keju itu menyeluruh meliputi dan bercampur dengan susu diseluruh bahagian."
Abu Hanifah : "Kalau keju makhluk itu tidak ada tempat khusus dalam susu tersebut, apakah layak tuan meminta kepadaku untuk menetapkan tempat Allah Ta'ala? Dia tidak bertempat dan tidak ditempatkan!"
Atheis : "Tunjukkan kepada kami Dzat Tuhanmu, apakah ia benda padat seperti besi, atau benda cair seperti air, atau menguap seperti gas?"
Abu Hanifah : "Pernahkan tuan mendampingi orang sakit yang akan meninggal?"
Atheis : "Ya, pernah."
Abu Hanifah : "Sebelumnya ia berbicara dengan tuan dan menggerak-gerakan anggota tubuhnya. Lalu tiba-tiba diam tak bergerak, apa yang menimbulkan perubahan itu?"
Atheis : "Karena rohnya telah meninggalkan tubuhnya."
Abu Hanifah : "Apakah waktu keluarnya roh itu tuan masih ada disana?"
Atheis : "Ya, masih ada."
Abu Hanifah : "Ceritakanlah kepadaku, apakah rohnya itu benda padat seperti besi, atau cair seperti air atau menguap seprti gas?"
Atheis : "Entahlah, kami tidak tahu."
Abu Hanifah : "Kalau tuan tidak mengetahui bagaimana zat maupun bentuk roh yang hanya sebuah makhluk, bagaimana tuan boleh memaksaku untuk mengutarakan Dzat Allah Ta'ala?"
Atheis : "Ke arah manakah Allah sekarang menghadapkan wajahNYA? Sebab segala sesuatu pasti mempunyai arah?"
Abu Hanifah : "Jika tuan menyalakan lampu di dalam gelap malam, ke arah manakah sinar lampu itu menghadap?"
Atheis : "Sinarnya menghadap ke seluruh arah dan penjuru.
Abu Hanifah : "Kalau demikian halnya dengan lampu yang cuma buatan itu, bagaimana dengan Allah Ta'ala Pencipta langit dan bumi, sebab Dia nur cahaya langit dan bumi."
Atheis : "Kalau ada orang masuk ke syurga itu ada awalnya, kenapa tidak ada akhirnya? Kenapa di syurga kekal selamanya?"
Abu Hanifah : "Perhitungan angka pun ada awalnya tetapi tidak ada akhirnya."
Atheis : "Bagaimana kita boleh makan dan minum di syurga tanpa buang air kecil dan besar?"
Abu Hanifah : "Tuan sudah mempraktekkanya ketika tuan ada di perut ibu tuan. Hidup dan makan minum selama sembilan bulan, akan tetapi tidak pernah buang air kecil dan besar disana. Baru kita melakukan dua hajat tersebut setelah keluar beberapa saat ke dunia."
Atheis : "Bagaimana kebaikan syurga akan bertambah dan tidak akan habis-habisnya jika dinafkahkan?"
Abu Hanifah : "Allah juga menciptakan sesuatu di dunia, yang bila dinafkahkan malah bertambah banyak, seperti ilmu. Semakin diberikan (disebarkan) ilmu kita semakin berkembang (bertambah) dan tidak berkurang."
"Ya! kalau segala sesuatu sudah ditakdirkan
sebelum diciptakan, apa yang sedang Allah kerjakan sekarang?" tanya Atheis
.
"Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah. Ilmuwan atheis itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
"Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan atheis mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang atheis yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".
Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang atheis itu.
"Tuan menjawab pertanyaan-pertanyaan saya dari atas mimbar, sedangkan saya menjawabnya dari atas lantai. Maka untuk menjawab pertanyaan tuan, saya mohon tuan turun dari atas mimbar dan saya akan menjawabnya di tempat tuan", pinta Abu Hanifah. Ilmuwan atheis itu turun dari mimbarnya, dan Abu Hanifah naik di atas.
"Baiklah, sekarang saya akan menjawab pertanyaan tuan. Tuan bertanya apa pekerjaan Allah sekarang?". Ilmuwan atheis mengangguk. "Ada pekerjaan-Nya yang dijelaskan dan ada pula yang tidak dijelaskan. Pekerjaan-Nya sekarang ialah bahwa apabila di atas mimbar sedang berdiri seorang atheis yang tidak hak seperti tuan, Dia akan menurunkannya seperti sekarang, sedangkan apabila ada seorang mukmin di lantai yang berhak, dengan segera itu pula Dia akan mengangkatnya ke atas mimbar, demikian pekerjaan Allah setiap waktu".
Para hadirin puas dengan jawaban yang diberikan oleh Abu Hanifah dan begitu pula dengan orang atheis itu.
0 Response to "Abu Hanifah Muda yang cerdas"
Posting Komentar